Pesan GMKI Menghadapi Tahun 2018: Jangan Mempolitisasi Agama dan Hindari Praktek Hoax dan Politik Uang

0
711

Jakarta, Suarakristen.com – Tahun ini kita akan kembali menghadapi Pilkada 2018. Ruang-ruang publik, dipenuhi dengan informasi dan berita tentang jagoan masing-masing, baik partai ataupun figur tertentu.

Salah satu yang dikuatirkan dalam ribut-ribut politik ini adalah politisasi agama. Persoalan radikalisme, persekusi, ujaran kebencian, dan informasi hoaks menjadi makanan masyarakat sehari-hari.

Politisasi agama kemudian membuat kita lupa membicarakan tentang persoalan besar yakni kasus korupsi yang justru menjerat para pemimpin daerah dan nasional yang seharusnya menjadi contoh teladan dalam meniadakan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Kita terperdaya dengan politisasi agama, kemudian suara kita diarahkan untuk memilih calon kepala daerah ataupun anggota legislatif yang tidak memiliki kapasitas. Kita tidak toleran dengan perbedaan agama di dalam politik, namun cenderung membiarkan bahkan menunggu adanya politik uang di dalam proses pemilu. Kita ribut dengan politisasi agama, namun bersorak dengan adanya politik uang.

Maka GMKI meminta agar masyarakat tidak boleh tertipu dengan politisasi agama dan terperdaya dengan politik uang. Masyarakat harus cerdas dalam politik sehingga mendukung tumbuhnya kehidupan

demokrasi yang diidamkan. Masyarakat yang cerdas dan berintegritas akan memilih pemimpin yang cerdas dan berintegritas. Kepala daerah dan nasional ataupun anggota legislatif yang terpilih dengan cara yang baik dan berintegritas tidak akan punya utang atau janji politik kepada orang-orang yang memberikan dana politik kepadanya. Pada akhirnya mereka yang terpilih dengan cara yang baik dan berintegritas akan dapat memenuhi sumpah pelayanannya, yakni memberikan yang terbaik bagi rakyat serta tidak perlu korupsi untuk mengganti biaya kampanye.

Menjawab itu, pendidikan politik harus dilakukan bagi masyarakat kita. Maka GMKI berencana untuk mengadakan pendidikan politik dan pemilu menjelang pesta demokrasi. Ini menjadi salah satu cara kita untuk melawan politisasi agama dan politik uang.

Kami juga meminta agar lembaga-lembaga masyarakat turut berperan aktif melakukan pembinaan dan pelatihan politik kepada masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah. Partai politik harus mendidik kader-kader partainya agar memiliki nilai-nilai integritas, keadilan, kejujuran, dan rasa nasionalisme yang kuat sehingga tidak membedakan suku, agama, gender, dan golongan. Partai politik harus memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan menolak politik uang.

Selain itu, di tahun 2018 ini pemerintah baik pusat dan daerah harus fokus meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, nelayan dan tani. Selain melakukan pembangunan infrastruktur, harus dilakukan juga pembangunan sumber daya manusia, yakni melalui peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Anggaran kesehatan dan pendidikan tidak hanya diperbesar namun juga diawasi penggunaannya agar tepat sasaran dan pelaksanaannya. Lapangan pekerjaan harus dibuka, masyarakat diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kerjanya. Koperasi harus dibangun kembali sebagai bentuk ekonomi gotong royong. Pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan ruang yang lebar bagi investasi korporasi besar, namun juga memberikan kemudahan dan dukungan untuk koperasi dan usaha mikro rakyat di seluruh daerah.

Reforma agraria yang digaungkan pemerintah masih harus dievaluasi pelaksanaannya. Di beberapa daerah seperti Kepulauan Aru, Pulau Sumba, ataupun berbagai daerah lainnya, terjadi konflik lahan antara masyarakat adat dengan pemilik modal. Pemerintah memberikan kesempatan bagi investor untuk membuka lahan pertanian, peternakan dan pariwisata, namun kurang memikirkan bagaimana masyarakat lokal juga dapat mengelola lahannya dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraannya. Lahan-lahan masyarakat lokal ada yang sudah beralih kepemilikan kepada para pemilik modal baik dari Jakarta maupun luar negeri. Masyarakat yang hidup di pesisir juga sulit mencari ikan, karena banyaknya kebijakan sektor perikanan yang membatasi ruang gerak mereka untuk hidup. Akibatnya masyarakat desa yang kebanyakan adalah tani ataupun nelayan, menjadi penonton di atas tanah airnya sendiri.

Dalam hal ini, GMKI kembali menyerukan perlunya kita mewujudkan kedaulatan desa, yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan, kemandirian, dan kesejahteraan. Pemerintahan Jokowi-JK yang sudah menyusun agenda Nawacita dengan sangat baik, harus mengevaluasi kinerja bawahannya, seperti di sektor perikanan, pertanian, agraria, dan koperasi. Karena sektor-sektor inilah yang sangat berperan dalam meningkatkan ekonomi gotong royong masyarakat desa yang kebanyakan nelayan dan tani. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka rakyat di daerah pedesaan dan pesisir yang sangat mencintai Presiden Jokowi pun dapat patah hati karena keteledoran para bawahannya.

Teriring salam hangat, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

Sahat Martin Philip Sinurat / Ketua Umum

Alan Christian Singkali / Sekretaris Umum

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here